Friday, May 1, 2009

GUA MARIA SENDANG SRININGSIH

MENDAKI BUKIT MENDARASKAN DOA PUJIAN

Pengantar

Sayup-sayup terdengar doa Salam Maria yang tak henti-henti di antara rerimbunan hutan dan celah batu cadas. Untaian doa tersebut menyejukkan hati bagi yang mendengarkan apalagi disapu dengan angin yang sepoi-sepoi berhembus di bawah rindangnya pepohonan. Jalan setapak berupa tangga-tangga yang mulai rusak karena dimakan usia dan erosi merupakan salah satu jalan menuju tempatpeziarahan Gua Maria Sendang Sriningsih.

Asal mula Gua Maria Sendang Sriningsih

Gua Maria tersebut berawal dari sebuah sumber mata air bernama Sendang Duren yang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai tempat yang angker atau sakral. Sendang tersebut tepatnya di dusun Jali, desa Gayamharjo, Prambanan, Sleman. Dusun Jali adalah sebuah dusun di lereng bukit Mintaraga, Selatan kota Klaten. Tempat tersebut dalam tradisi Jawa menjadi tempat semedi. Lalu pada tahun 1936 munculah gagasan dari Romo D. Harjosuwondo, SJ yang pada waktu itu masih sebagai Pastor Pendamping Stasi Wedi, bersama Bapak . P. Wongsosentono (Lurah Jali waktu itu tokoh sekaligus seorang tokoh umat di daerah Jali) dan Bapak Bei Sutopanitro (seorang guru agama) untuk menjadikan tempat peziarahan. Maka mulai dibangun tempat peziarahan yang bernama Gua Maria Sendang Sriningsih. (Cat. dari buku Kenangan 70 tahun Gereja St Perawan Maria Bunda KristusWedi, Klaten). Adapun nama tersebut mempunyai arti Maria Rajanya Kasih. Dengan nama tersebut diharapkan para peziarah yang berdoa ditempat tersebut selalu mendapatkan kasih dari Tuhan.

Mendaki Bukit

Kondisi Jalan Salib cukup menyenangkan sampai pemberhentian keenam. Kanan kiri jalan terbentang sawah dan perkampungan.. Setelah pemberhetian keenam barulah dimulai pendakian bukit yang sesungguhnya. Kondisi jalan cukup terjal dengan lereng bebatuan cadas namun teduh oleh pepohonan. Jalan tersebut berupa tangga-tangga yang sudah mulai usang oleh usia dan kikisan air hujan. Prosesi Jalan Salib akan berakhir di sebuah puncak yang diberi nama Puncak Golgota. Di sini peziarah dapat menebarkan pandangan yang indah kearah daerah lembah, melihat kota Klaten dan dapat juga melihat pemandangan kearah Puncak Bukit Mintorogo dan sekitarnya.

Dari Puncak Golgota menuju Sendang Sriningsih peziarah diajak menuruni tangga. Begitu mendekati Sendang atau Gua Maria peziarah akan disejukan oleh suasana teduh dari rindangnya pepohonan beringin dan gayam di halaman Gua. Peziarah dapat beristirahat sambil membersihan diri dengan air sendang yang jernih dan dingin. Pendakian yang melelahkan itu berakhir di depan Gua Maria. Sampai saat ini Gua Maria Sendang Sriningsih terus berbenah diri. Tujuannya untuk memberikan kenyamanan bagi para peziarah. Di lingkungan gua tersebut ada kamar mandi, rumah joglo atau aula untuk beristirahat atau kegiatan para peziarah, dan pelataran gua yang luas untuk berdoa dengan nyaman. Bila mana ada peziarah menemui kesulitan, kebingungan atapun membutuhkan bantuan, peziarah dapat langsung menemui Bpk. Sukiman, beliau adalah koster Sendang Sriningsih yang siap sedia selama 14 jam di tempat itu.

Salah satu pelayanan Gua Maria Sendang Sriningsih adalah Novena Jumat Kliwonan . Novena tersebut diadakan setiap hari Kamis Wage malam Jumat Kliwon di sepanjang tahun dengan perayaan Ekaristi pada malam hari dan penghormatan kepada Sakramen Maha Kudus. Novena tersebut selalu dipadati oleh para peziarah dari berbagai kota.

Berkat
Sendang Sriningsih memberikan berkat yang berlimpah. Secara struktur kegerejaan, Gua Maria Sriningsih berada di wilayah Gayamharjo, Stasi Dalem, Paroki Wedi. Tempat ini sangat memberikan arti bagi kehidupan umat maupun masyarakat di sekitarnya. Berkat yang diperoleh oleh umat atau penduduk di sekitarnya baik berupa berkat jasmani maupun berkat rohani.

Berkat jasmani banyak dinikmati oleh penduduk sekitarnya. Mereka berjualan cindera mata, benda-benda rohani maupun makanan pada saat bulan Maria (Mei) ataupun bulan Rosario (Oktober). Penghasilan yang mereka peroleh cukup untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Berkat rohani yang diperoleh oleh umat sekitarnya, semakin suburnya komunitas Katolik di lingkungan tersebut. Bahkan bagi daerah tersebut banyak orang menyebutnya sebagai daerah `pabrik panggilan` artinya lahan subur untuk panggilan hidup sebagai imam, biarawan-biarawati dan memang sudah banyak yang menjadi imam, biarawan-biarawati. Para biarawan-biarawati yang cukup dikenal di kalangan hierarki gereja Katolik yang berasal dari daerah itu antara lain Mgr. Leo Soekoto SJ (Alm.), Pastor A. Soenarya SJ (Alm.), Muder Yosepha FRPR (sekarang menjadi FSGM), dan masih banyak biarawan-biarawati lainnya. Sampai saat ini di Paroki Wedi sendiri menurut data yang ada sudah melahirkan 32 pastor, 11 bruder , 69 suster., 25 Frater , 2 Uskup dan 8 Seminaris (Data dari Buku Kenangan 70 tahun Gereja St Perawan Maria Bunda KristusWedi, Klaten Tahun 2005)

Suburnya panggilan merupakan dukungan dari lingkungan sekitar. Dusun Jali yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian petani dan buruh dengan cara berpikir sederhana memberikan kebersahajaan tersendiri di dalam menanggapi panggilan iman. Dengan cara berpikir sederhana Lingkungan yang kondusif terhadap pengembangan iman umat semakin menambah suburnya panggilan. Apalagi aparat desa sampai periode 90-an banyak dipegang oleh tokoh-tokoh Katholik, antara lain saudara kandung Alm. Mgr. Leo Soekoto SJ yaitu Atmo Suwito. Tokoh Katholik terakhir yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Gayamharjo yaitu Ag. Soenarto {Alm.}.

Rute Perjalanan
Perjalanan menuju ke Sendang Sriningsih sangatlah mudah dijangkau baik dari Yogyakarta maupun dari Solo. Bagi pengunjung dari Yogyakarta sesampainya di Prambanan bisa naik angkutan kecil sampai di Pasar Menggah dilanjutkan dengan jalan kaki atau naik ojek sampai dusun Jali (Gereja St. Maria Marganingsih Jali). Bagi pengunjung dari arah Solo jika menggunakan angkutan umum dapat dari Terminal Klaten menuju Pasar Menggah.

Bagi pengunjung dari Yogyakarta yang menggunakan kendaraan sendiri setelah Prambanan terus melaju kearah Timur sampai di Pandan Simping kemudian belok kanan ke arah Selatan (Jalan Sriningsih) menuju dusun Jali. Begitu juga bagi pengunjung dari arah Solo sesampai di kota Klaten terus melaju ke arah Barat sampai di Pandan Simping kemudian belok kiri arah Sedang Sriningsih sampai dusun Jali. Kendaraan dapat di parkir di halaman Gereja Katolik St. Maria Marganingsih Jali. Sesampainya di Gereja Marganingsih ini peziarah dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, misalnya cuci tangan dan kaki, mandi dan berbenah diri lainnya. Dari Gereja inilah dimulainya Doa Jalan Salib. Permulaan doa Jalan Salib bisa di dalam Gereja Marganingsih Jali atau pun di hadapan patung Yesus di halaman sebelah barat Gereja Marganingsih Jali.

Gereja Marganingsih Jali

Gereja Katolik St. Maria Marganingsih Jali adalah sebuah gereja berbentuk joglo, ide bentuk berasal dari Mgr. Leo Soekoto, SJ, ide gambar Alm. Romo Mangunwijaya dan pelaksana penggambaran Bpk. Widoyo, sekarang umat di Paroki Kalasan. Gereja ini berdiri pada tahun 1981. Gereja tersebut merupakan wilayah dari Paroki SPM Bunda Kristus Wedi di wilayah Keuskupan Agung Semarang. Umat yang terhimpun dalam gereja ini adalah seluruh umat katolik di Kalurahan Gayamharjo, terdiri dari 14 lingkungan, 5 wilayah, jumlah umat seluruhnya 1.112 orang.

Gereja ini tidak pernah sepi orang, karena di tempat ini banyak umat dan peziarah yang akan ke Sendang Sriningsih berdoa di tempat ini. Gereja dibuka mulai jam 05.30 WIB. dan ditutup pada jam 21.30 WIB. Pengelolaan Gereja ini dimotori oleh kaum muda dan Mudika, artinya pengurusnya terdiri banyak dari kalangan keluarga muda dan muda-mudi.

Karena gereja ini merupakan tempat transit utama bagi para peziarah, maka gereja ini selalu mengupayakan diri untuk berbenah diri supaya dapat memberi pelayanan yang lebih optimal kepada siapa pun. Hal-hal yang segera akan mendapatkan sentuhan renovasi adalah Kamar Mandi, WC, penambahan buku perpustakaan dan bila mana mungkin juga pengadaan komputer. Adapun untuk bangunan utama (bangunan gereja) yang sedang dirancang adalah renovasi bagian atas, memeriksa seluruh struktur atap dan sekaligus menaikkan bangunan gereja. Saat ini tinggi dinding gereja bagian luar 280cm rencana dinaikkan menjadi 400cm, tujuannya supaya tidak panas sekali. Tetapi alasan utama renovasi ini adalah pemeliharaan gereja, setelah berumur 30 tahun tentu semuanya harus diperiksa secara seksama. Supaya semuanya efektif dan murah, maka dari pada hanya memeriksa kondisi, lebih baik sekaligus juga direnovasi, toh memang sudah saatnya dan tuntutan kebutuhan.

Bagi pembaca yang terkentuk hatinya ingin memberikan sumbangan untuk pemeliharaan dan pengembangan gereja ini lebih lanjut demi pelayanan kepada umat dan seluruh peziarah, maka dapat menyampaikannya melalui Bank BNI Cabang Klaten No. Rekening 0037844045 atas nama Rm. B. Saryanto Pr. Sedangkan informasi-informasi lebih lanjut perihal gereja ini dapat dikonfirmasikan kepada Bpk. Frans Sunardi (e-mail: masnardi@staff.usd.ac.id atau HP: 08122745463

Bagi peziarah di seputar Jabotabek bila ingin mendapatkan informasi lengkap mengenai Sendang Sriningsih ataupun Gereja Marganingsih dapat menghubungi Sdr. Yohannes Hp. 0812830 2640.

Salam Dalam Kasih Bunda

Lst Jo, Harry Haryoko (Alm) & Frans Sunardi


Lasito Johannes
lasito@gunanusa.co.id // bagus671@gmail.com

2 comments:

  1. Info lebih lengkap dapat dilihat di http://www.sendangsriningsih.info
    Terima Kasih

    Joe

    ReplyDelete
  2. apa gak ada sejarah dari gua maria sendang sriningsih yang lebih lengkap ?

    ReplyDelete